Home » » Rokok, Alkohol dan Narkoba Gerogoti Penduduk Usia Produktif

Rokok, Alkohol dan Narkoba Gerogoti Penduduk Usia Produktif

Jakarta, Bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh rokok, alkohol dan narkoba memang sudah diketahui oleh banyak orang. Rokok contohnya, tidak hanya menyebabkan penyakit jantung dan paru-paru, namun juga bisa menyerang sistem saraf otak yang bisa mengakibatkan depresi dan dementia. Namun tahukah Anda bahwa rokok, alkohol dan narkoba juga mengancam perekonomian Indonesia?

Ya, akibat yang ditimbulkan oleh rokok memang sangat besar. Rokok selain berbahaya bagi kesehatan juga mengancam bonus demografi Indonesia. Bonus demografi adalah keadaan di mana jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk usia non-produktif.

Berdasarkan data yang dimiliki BKKBN, persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) ada dia angka 44,98 persen. Namun angka tersebut akan menjadi percuma jika penduduk usia produktif Indonesia masih merokok.

"Jika merokok, maka penduduk usia produktif akan tidak maksimal karena sakit-sakitan akibat rokok," ujar Dr. Kartono Muhamad, Ketua Komnas Pengendalian Tembakau ketika ditemui  pada acara konferensi pers NGO Summit on the Prevention of Drugs, Tobacco, and Alcohol Abuse di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2014).

Hal senada juga disampaikan oleh dr Sudibyo Markus dari Bagian Kerjasama Luar Negeri PP Muhammadiyah. Ia mengatakan bahwa jika tren merokok pada usia produktif terus berlanjut, dikhawatirkan tenaga kerja Indonesia akan kalah oleh negara-negara lain.

"Yang rugi kan nanti Indonesia sendiri. Kalau mau tenaga kerja murah, kita kalah sama Bangladesh. Kalau banyak-banyakan kalah sama India," paparnya pada kesempatan yang sama.

Untuk itu, NGO Summit yang dilaksanakan di Yogyakarta 4-6 Februari lalu mendesak pemerintah untuk segera meratifikasi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) yang digagas oleh WHO. Hal ini dikarenakan karena hanya Indonesia sajalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang belum meratifikasi FCTC meski sudah dua kali setuju untuk segera menandatanganinya.

"Pemerintah harus tegas. Jangan mau kalah sama lobi yang dilakukan oleh industri rokok," pungkas dr Sudibyo.

0 komentar:

Posting Komentar

Blogger news